Skip to main content

Bilingual Pada Anak? Bantu Anak Berbahasa Indonesia





Pernahkan Anda jalan-jalan ke mal dan menjumpai anak-anak bersama orangtua dan mendengar percakapan  seperti ini, “Mom, laper nih…let’s doing lunch”, atau dalam kesempatan lain, “No…! I don’t want, mau sepatu biru aja”. Mari perhatikan kata-kata yang diucapkan anak tersebut, anak-anak  yang berbahasa dengan dua bahasa bahkan tiga bahasa sekaligus seringkali terdengar.

Sepintas lalu, bagi telinga orang awam, kemampuan berbahasa asing dianggap sebagai sesuatu yang patut dibanggakan.  Namun apabila disimak lebih lanjut, anak-anak yang mencampur lebih dari satu bahasa dalam percakapannya sehari-hari seharusnya menimbulkan kekhawatiran. Apakah memang si anak dengan sengaja mencampur lebih dari satu bahasa yang dipelajari? Atau apakah anak bingung dalam membedakan penggunaan bahasa secara baik?

Belakangan ini orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah internasional dengan salah satu tujuannya agar anak mampu berbahasa asing yang diakui secara internasional. Anak-anak yang menguasai beberapa bahasa sekaligus sangat baik jika bahasa pertama sebagai identitas dirinya telah dikuasai.  Bahasa yang digunakan setiap bangsa pun bersifat sebagai identitas diri yang menjadi cerminan dari sikap seseorang dalam berinteraksi (Chaer, 1994:33). Sifat bahasa lainnya merupakan bagian dari suatu kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun dapat menjadikan bahasa sebagai alat pewaris maupun objek warisan kebudayaan itu sendiri.

Penggunaan bahasa Indonesia sebagai sebuah identitas diri erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa pertama pada anak. Kata pemerolehan bahasa pertama digunakan karena cara mendapatkan bahasa tanpa proses pembelajaran, sedangkan pada bahasa kedua, ketiga, dan seterusnya digunakan istilah pembelajaran bahasa. Hasil penelitian Dulay, Burt dan Krashen (1982) mengatakan bahwa bahasa pertama merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Berkaitan dengan identitas diri, pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu dianggap penting karena menjadi langkah pertama ibu atau orangtua dalam pemberian identitas diri pada anak.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama sekaligus sebagai identitas diri sewajarnya digunakan anak dengan mudah serta penuh kebanggaan, sementara yang terjadi saat ini anak-anak cenderung canggung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Beberapa tips yang dapat dilakukan orang dewasa/orangtua dalam membantu anak berbahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dengan mudah:

1.      Ciptakan lingkungan bahasa pertama (bahasa Indonesia) yang menyenangkan.
2.      Orang tua harus menjadi model berbahasa yang baik.
3.      Ciptakan konsistensi menggunakan bahasa pertama secara tepat ketika berkomunikasi dengan anak.
4.   Bila anak salah pengucapan atau mencampur dua bahasa, jangan langsung dikritik. Coba lakukan koreksi dengan cara yang halus, seperti, “Oh, maksudnya adik lapar ya?” atau “Adik tidak mau sepatu itu, adik mau yang biru ya?”



Comments

Popular posts from this blog

PENDAKIAN MERBABU: HILANG DAN KEMBALI PULANG!

Masih ingat Alma? Teman memanjat Gunung Parang via Ferrata bulan Mei 2016 lalu? iya, Aslamah Juwandari, saya lebih suka memanggilnya Alma karena lebih singkat. Kami bertukar nomor WhatsApp waktu itu yang kemudian berbagi kisah pendakian, ujungnya Anda dapat pastikan ya… kami berencana   untuk mendaki gunung bersama! Kami mulai menyusun rencana-rencana pendakian. Berbekal dari membaca-baca review para blogger tentang pendakian gunung-gunung di Jawa, Alma yang lebih dulu mendaki Gunung Sumbing pun akhirnya merekomendasikan pendakian di Jawa Tengah, saya manut.  Saya nyatakan siap ikut ke manapun  ia melangkah, hahahha… sweet sekali bukan?  Kami sepakat untuk mendaki Gunung Merbabu pada bulan Oktober. Kurang lebih dua bulan lamanya kami mempersiapkan pendakian. Alma bertugas mencari team leader , sementara saya memastikan perjalanan Jakarta-Yogya aman terkendali. Selebihnya kami hanya perlu mempersiapkan fisik masing-masing. Jumat siang hampir sore k...

PANJAT TEBING: MEET UP WITH ROCK MASTER INDONESIA

     Dalam dunia panjat memanjat, bukanlah hal yang baru bagi saya. Cerita saya tentang panjat tebing atau gunung batu via Ferrata masih hangat dan boleh dibaca kembali pada blog saya ini. Singkatnya saya telah berulang kali menjajal panjat tebing dan masih ingin mencobanya lagi dan lagi..       Sejak percobaan pertama mengunjungi Gunung Parang untuk panjat tebing, seorang kawan menyarankan untuk ikut serta dengan kakaknya yang juga seorang pegiat panjat tebing, tak hanya itu, ia juga selalu bersemangat menunjukkan foto-foto pemanjatan sang kakak. Belum pernah sekalipun saya gubris hingga pertengahan Januari lalu saya utarakan maksud untuk ikut dalam pemanjatan bersamanya. Pak Herry menyambut baik keinginan saya, dengan sigap ia menelepon kakaknya dan memaksa saya untuk berbicara langsung. Setelah hari itu, saya ajak beberapa teman yang telah berpengalaman dalam panjat memanjat untuk bergabung bersama dalam kegiatan kali ini.     ...