“Taqabbalallahu minka wa minkum, shiyamana wa
shiyamakum, kulla ‘amin wa antum bikhoir”.
Kurang
lebih begitu isi pesan di WhatsApp pribadi maupun grup dalam suasana lebaran
seperti ini. Doa yang sama saya panjatkan untuk seluruh umat muslimin di dunia
yang tengah berahagia merayakan hari kemenangan. Saya dan ibu berlebaran di
rumah tercinta, setelah kembali dari lawatan kami ke kampung halaman bapak di
Jawa Tengah, dan kampung halaman ibu saya di Jawa Barat dua minggu yang lalu.
Hari
lebaran ketiga di tahun 2016, kala itu sekembalinya dari acara silaturahmi
dengan sanak saudara, saya menerima pesan singkat dari teman-teman kuliah dulu.
Masih dalam rangka silaturahmi lebaran Idul Fitri, teman-teman hendak
berkunjung ke rumah saya yang letaknya nun jauh dari kota. Saya kabarkan kepada
Ibu, bilamana ia masih kelelahan selepas acara-acara bersama keluarga, ternyata
Ibu saya menyambut senang hati keinginan teman-teman untuk beranjangsana.
Teman-teman
saya dari Bogor yakni Zizi dan Fitri, sementara Fauzan atau biasa dipanggil
Ojan dari Tangerang akan bertemu di stasiun Pondok Ranji untuk bersama-sama
menuju rumah saya di Parung Panjang. Ibu memberi titah untuk merapikan rumah
semampunya. Saya bukan orang yang rajin rapi-rapi namun ketika ada tamu yang
akan datang, malu juga ‘kan kalau rumahnya berantakan, hihihi. Ibu sendiri
menyibukkan diri dengan memasak masakan untuk dihidangkan. Sempat saya tawarkan
untuk membeli saja makanan yang dijual di warung makan namun Ibu saya keukeuh ingin masak sendiri.
Janjian di stasiun |
Selepas zuhur teman-teman saya mengabarkan bahwa mereka telah tiba di Stasiun Parung Panjang. Saya mengarahkan teman-teman untuk menumpang ojek pangkalan langsung menuju rumah namun ojek pangkalan di stasiun hanya familiar dengan area atau blok di perumahan dan tidak mengenal alamat rumah dengan detil, sayangnya kecanggihan teknologi berbasis ojek online saat itu belum santer seperti sekarang. Saya arahkan teman-teman untuk diantar hingga tempat umum yang kemungkinan besar diketahui oleh pengemudi ojek, saya akan menunggu hingga mereka tiba, hal ini dapat memudahkan saya dan juga pengemudi ojek, lho. Sesampainya di lokasi yang dituju, saya dan teman-teman langsung menuju rumah dan melepas rindu, maklum kami jarang jumpa setelah lulus kuliah dan akibat kesibukan masing-masing.
Ibu
yang telah menunggu di rumah langsung menyambut kedatangan teman-teman saya. Kami
ngobrol heboh dan seru. Ibu saya termasuk orang yang ‘ramai’ ya, cepat akrab
dengan orang lain, dan ‘seru’ sekali ketika mengobrol. Teman-teman saya juga
tak kalah keren, Zizi dan Fitri bukan termasuk orang pendiam ya, banyak
candanya, ketemu saja akalnya untuk membuat obrolan jadi hidup, bagaimana dengan
Ojan? jangan tanya, julukan “Nassar”—sang penyanyi dangdut yang sensasional—ketika
berkuliah dulu membuat suasana kian membahana, Ojan juga sempat mengikuti
kelas-kelas penyiar radio, lho, penyiar radio identik dengan orang yang
berwawasan luas untuk tetap membuat pendengarnya ‘betah’ mendengarkan, bukan?
Tak
lupa makanan yang telah dimasak Ibu sepagian tadi dihidangkan. Menu makan
rumahan biasa, tumis kangkung, goreng ikan, tempe dan tahu, dan yang paling
menggugah selera yakni sambal kecap. Kami makan dengan semangat, Ibu saya
berkali-kali menyuruh teman-teman untuk menambah porsi makan, saya tak ingat
betul siapa saja yang jadi tambah makan atau puas dengan sepiring makanan saja.
Makan bersama-sama memang menghadirkan suasana berbeda dibandingkan dengan
makan sendirian, kadang selera makan yang tadinya biasa-biasa saja, karena
melihat orang lain makan dengan lahapnya, selera makan kita jadi meningkat, mungkin
rasa makanan biasa saja namun kebersamaan yang membuatnya jadi lebih nikmat,
ya.
tumis kangkung dan sambal kecap |
ayam suir dan tahu goreng |
Kami
rehat sejenak setelah kenyang menyapa. Gadis-gadis mencuci piring, ritual tak
tertulis yang dilakukan tamu setelah disuguhkan makan berat, sang empunya rumah
melarang sekenanya, padahal senang jika dibantu, hihihi, sungguh
keramah-tamahan orang Indonesia. Selepas asar, kami bersiap untuk berburu foto matahari
tenggelam di belakang rumah saya. Kurang lebih berjarak 250m dari rumah saya terdapat
hamparan sawah yang cukup luas tentunya lahan persawahan ini bukan milik kami,
ya. Kami hanya minta izin untuk berkeliling di sawah kepada pemilik lahan. Hal yang
lumrah saya dan Ibu lakukan jika kedatangan teman-teman jauh dari perkotaan, dengan
senang hati kami membawa tamu-tamu ini mengunjungi sawah di belakang rumah,
kalau cuaca sedang baik, mungkin saja kami dapat berburu foto yang ciamik. Ke-riwuehan jalan-jalan di sawah ya seputar
sepatu kotor, sandal nyangkut, kaki gatal, dan lain-lain. Riuh rendah tamu-tamu
perkotaan minta saling tunggu dan bantu, “Eeeeh, jembatannya goyang-goyang,” atau
"Piiiiit, awas itu ada eek!.” Kami
senang-senang saja sambil terus mengingatkan untuk tetap menahan diri agar
kehebohan-kehebohan ini tidak sampai mengganggu orang atau makhluk lainnya yang
ada di sana, makhluk hidup maksudnya, hihihi.
yaaa gitu deh |
"Waduhh, yang ini kagak dijual" 😆 |
matahari tenggelam yang nggak kelihatan |
Malam
menjelang, akhirnya teman-teman saya minta diri bakda Magrib. Ibu saya kembali
memaksa teman-teman untuk makan malam sebelum pulang namun mereka menolak. “Udah kenyang, Bu, beneran deh”. Bukan
Ibu saya kalau langsung menerima penolakan, segera ia memesankan nasi atau mi
goreng untuk di bawa pulang oleh teman-teman, “Jangan kelaparan pulang dari
rumah Ibu, main-main lagi ke sini, ya. Hayo, kapan ke sini lagi?” begitu terus
diulang-ulang kalimat Ibu saya kepada teman-teman, teman-teman saya tertawa
terus menanggapi pertanyaan itu. Mereka pamit seraya mengucapkan terima kasih
yang tak terkira kepada Ibu dan saya, mereka berjanji akan kembali mengunjungi
kami suatu hari nanti.
Ojek-ojek
pangkalan kembali mengantar kepulangan teman-teman saya hingga ke stasiun
kereta. Kami terus berkabar hingga mereka tiba di rumah masing-masing. Begitulah
secuil kisah silaturahmi lebaran kami yang meninggalkan sejuta cerita untuk
dikenang. Saling kunjung mengunjungi, menyambung tali silaturahmi,
memperpanjang usia, dan menambah tali persaudaraan. Jadi, kapan ke sini lagi, gaes? sawah belakang rumah nungguin, tuh.
😅
Kapan ke sana lagi? Kalau corona selesai dan lebaran selesai 🤣. Salam buat your mommy sama bilang salam rindu
ReplyDeleteHi Fitri. Terima kasih telah membaca, ya. Semoga bermanfaat.
Deletehihihi yuk ditunggu nih.
Oke siaaaap. :D