Skip to main content

Gunung Parang Purwakarta- Badega Part 1


Berawal dari ajakan seorang teman untuk melarikan diri dari acara jalan-jalan karyawan di tempat kerja, saya putuskan ke Purwakarta. Zizi, teman kampus dulu yang sekarang bekerja sebagai sekretaris pada salah satu perusahaan asuransi di Jakarta. Ia cetuskan untuk mencoba salah satu wisata panjat gunung batu di Purwakarta, Gunung Parang. Tanpa pikir panjang, kami atur itinerary.

Janji bertemu di stasiun Jakarta Kota, kami menumpang kereta jarak dekat Jakarta Kota-Purwakarta. Jenis tiket yang harus dibeli on the spot, tanpa nomor kursi, membuat kami berlari-lari secepat mungkin setibanya kereta di peron, berebut kursi dengan penumpang lain, berusaha sedapat mungkin mendapat tempat yang nyaman selama perjalanan 2 jam ke depan. Syukurlah kami mendapat tempat duduk meskipun harus bersempit-sempit ria dengan penumpang lain. Maklum kereta ekonomi, banyak berhenti untuk didahului kereta cepat lainnya, tak banyak yang dapat kami lakukan, nikmati saja perjalanan dengan melihat-lihat ke luar jendela.

Tiba di stasiun Purwakarta, kami langsung menyambung angkutan kota/angkot menuju Plered. Dari sana, kami bingung harus melanjutkan perjalanan dengan apa, deretan tukang ojek menawarkan jasa antar, tapi kami bergeming. Kami melipir ke sebuah musala, beberapa orang bilang perjalanan kami masih jauh dan harus ditempuh dengan ojek. Ya, sebagai musafir, kadang kita harus pintar-pintar mendapat informasi, semakin sering kita melakukan perjalanan, semakin kenal-lah berbagai macam orang dalam memberi informasi. Berhati-hati perlu, tapi menikmati perkenalan pun menyenangkan. Mengingat waktu yang akan larut, kami putuskan untuk dijemput menuju Badega.  




Sekitar jam 20.30 kami tiba di Badega, lokasi wisata panjat gunung batu. Kami langsung makan malam, bersih-bersih, dan memilih tempat untuk istirahat. Yang paling murah, Rp25.000,- per malam, di sebuah bale yang tersedia kasur dan bantal, berjejer beramai-ramai dengan pengunjung lain. Karena kami tiba malam hari, kami tidak perhatikan betul tata letak lokasi ini. Melihat telah banyak pengunjung yang tidur di bale, kami pilih ikut tidur di bale. Pagi-pagi sekali kami bangun dan berkeliling (juga berfoto), ternyata bale ini berdiri di atas sebuah balong (semacam danau kecil), terdapat kamar mandi umum, musala, berjalan melewati balong ini, kemudian menaiki sebuah tangga ke atas (bukan lantai dua), terdapat seperti aula yang biasanya digunakan untuk berbagai keperluan, menapaki tangga lagi, terdapat resto/kantin yang sekaligus starting point untuk pendakian. Pada kantin ini kami sarapan dan berjumpa dengan beberapa pengunjung lain yang menjadi teman kelompok pada saat pendakian. Tepat jam 07.00 kami mulai di-brief untuk pendakian, pemasangan perlengkapan, teknik dasar, hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, hingga teknik penyelamatan jika terjadi situasi darurat. 

Trekking menuju titik awal pendakian tangga besi
Berkeliling sekitar bale


Yeaaaay! Mari kita mulai. Kami melakukan trekking selama kurang lebih 45menit. Teknik dasar pada pemanjatan via ferrata ini ialah menaiki tangga besi menuju ketinggian tertentu 150m atau 300m, dengan terus memastikan harness terpasang pada sling baja atau tangga besi. Yang paling penting pastikan kita aman selalu yaaaaaa. Pemandangan cantik terus menyertai pendakian kami, seorang tour guide memandu kurang lebih sepuluh orang dalam kelompok, ia cekatan untuk berpindah-pindah posisi jika ada yang butuh pertolongan. Dalam tugasnya memandu, ia juga merangkap sebagai fotografer, foto-foto hasil jepretannya juga keren, hidup memang keras, Bung! Hehehe. Kami harus terus memanjat, mengingat ada orang-orang di bawah yang juga akan naik. Setibanya di puncak, kami mengatur posisi berfoto, agak repot memang, tapi seru, beberapa orang berperan sebagai pengatur gaya. Kekakuan sejak pagi yang luntur setelah siang.  






















Foto-foto dari Kang Guide


Makan siang agak tergesa harus kami lakukan demi mengejar kereta terakhir dari Purwakarta menuju Jakarta. Kami bersama beberapa orang dari kelompok tadi ternyata sama-sama pulang ke Jakarta, menumpang mobil jemputan bersama, berkesempatan juga berkenalan dengan seorang teman yang suka naik gunung. Dalam kereta, kami bertemu dengan sorang anak yang terlalu luwes mengenal orang baru. Kami tak berhenti tertawa bersamanya hingga ia turun di sebuah stasiun, entah di mana orangtuanya selama perjalanan. Begitulah pengalaman pertama menjajal pendakian gunung batu Gunung Parang via Ferrata.        

Anak kecil SKSD 😁



























Comments