Berawal dari ajakan seorang teman
untuk melarikan diri dari acara jalan-jalan karyawan di tempat kerja, saya
putuskan ke Purwakarta. Zizi, teman kampus dulu yang sekarang bekerja sebagai
sekretaris pada salah satu perusahaan asuransi di Jakarta. Ia cetuskan untuk
mencoba salah satu wisata panjat gunung batu di Purwakarta, Gunung Parang. Tanpa
pikir panjang, kami atur itinerary.
Janji bertemu di stasiun Jakarta
Kota, kami menumpang kereta jarak dekat Jakarta Kota-Purwakarta. Jenis tiket
yang harus dibeli on the spot, tanpa nomor kursi, membuat kami berlari-lari secepat
mungkin setibanya kereta di peron, berebut kursi dengan penumpang lain, berusaha
sedapat mungkin mendapat tempat yang nyaman selama perjalanan 2 jam ke depan. Syukurlah
kami mendapat tempat duduk meskipun harus bersempit-sempit ria dengan penumpang
lain. Maklum kereta ekonomi, banyak berhenti untuk didahului kereta cepat lainnya,
tak banyak yang dapat kami lakukan, nikmati saja perjalanan dengan
melihat-lihat ke luar jendela.
Tiba di stasiun Purwakarta, kami
langsung menyambung angkutan kota/angkot menuju Plered. Dari sana, kami bingung
harus melanjutkan perjalanan dengan apa, deretan tukang ojek menawarkan jasa
antar, tapi kami bergeming. Kami melipir ke sebuah musala, beberapa orang
bilang perjalanan kami masih jauh dan harus ditempuh dengan ojek. Ya, sebagai
musafir, kadang kita harus pintar-pintar mendapat informasi, semakin sering
kita melakukan perjalanan, semakin kenal-lah berbagai macam orang dalam memberi
informasi. Berhati-hati perlu, tapi menikmati perkenalan pun menyenangkan. Mengingat
waktu yang akan larut, kami putuskan untuk dijemput menuju Badega.
Sekitar jam 20.30 kami tiba di
Badega, lokasi wisata panjat gunung batu. Kami langsung makan malam,
bersih-bersih, dan memilih tempat untuk istirahat. Yang paling murah,
Rp25.000,- per malam, di sebuah bale yang tersedia kasur dan bantal, berjejer
beramai-ramai dengan pengunjung lain. Karena kami tiba malam hari, kami tidak
perhatikan betul tata letak lokasi ini. Melihat telah banyak pengunjung yang
tidur di bale, kami pilih ikut tidur di bale. Pagi-pagi sekali kami bangun dan
berkeliling (juga berfoto), ternyata bale ini berdiri di atas sebuah balong
(semacam danau kecil), terdapat kamar mandi umum, musala, berjalan melewati
balong ini, kemudian menaiki sebuah tangga ke atas (bukan lantai dua), terdapat
seperti aula yang biasanya digunakan untuk berbagai keperluan, menapaki tangga
lagi, terdapat resto/kantin yang sekaligus starting point untuk pendakian. Pada
kantin ini kami sarapan dan berjumpa dengan beberapa pengunjung lain yang
menjadi teman kelompok pada saat pendakian. Tepat jam 07.00 kami mulai di-brief
untuk pendakian, pemasangan perlengkapan, teknik dasar, hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, hingga teknik penyelamatan jika terjadi situasi darurat.
Trekking menuju titik awal pendakian tangga besi |
Berkeliling sekitar bale |
Yeaaaay! Mari kita mulai. Kami melakukan
trekking selama kurang lebih 45menit. Teknik dasar pada pemanjatan via ferrata
ini ialah menaiki tangga besi menuju ketinggian tertentu 150m atau 300m, dengan
terus memastikan harness terpasang pada sling baja atau tangga besi. Yang paling
penting pastikan kita aman selalu yaaaaaa. Pemandangan cantik terus menyertai
pendakian kami, seorang tour guide memandu kurang lebih sepuluh orang dalam
kelompok, ia cekatan untuk berpindah-pindah posisi jika ada yang butuh
pertolongan. Dalam tugasnya memandu, ia juga merangkap sebagai fotografer,
foto-foto hasil jepretannya juga keren, hidup memang keras, Bung! Hehehe. Kami harus
terus memanjat, mengingat ada orang-orang di bawah yang juga akan naik. Setibanya
di puncak, kami mengatur posisi berfoto, agak repot memang, tapi seru, beberapa
orang berperan sebagai pengatur gaya. Kekakuan sejak pagi yang luntur setelah
siang.
Foto-foto dari Kang Guide |
Makan siang agak tergesa harus
kami lakukan demi mengejar kereta terakhir dari Purwakarta menuju Jakarta. Kami
bersama beberapa orang dari kelompok tadi ternyata sama-sama pulang ke Jakarta,
menumpang mobil jemputan bersama, berkesempatan juga berkenalan dengan seorang
teman yang suka naik gunung. Dalam kereta, kami bertemu dengan sorang anak yang
terlalu luwes mengenal orang baru. Kami tak berhenti tertawa bersamanya hingga
ia turun di sebuah stasiun, entah di mana orangtuanya selama perjalanan. Begitulah
pengalaman pertama menjajal pendakian gunung batu Gunung Parang via Ferrata.
Anak kecil SKSD 😁 |
Comments
Post a Comment